Senin, 05 Oktober 2009

PERPISAHAN

Saat puasa aku hanya mendengar gunjingan-gunjingan akan terjadi perpisahan. Aku pikir hanya isu saja dan berita yang cukup panas mengisi bulan puasa, bagi yang menjalankan mungkin. Untuk kali ini, aku menghabiskan Lebaran ku disini saja. Ibukota…kota yang sudah terlanjur saya cintai.

Memang ada sesuatu yang kurang biasa di Lebaran kali ini, yaitu aku tidak melihat sekalipun saat hari itu tiba meskipun semua keluarga besarnya berkumpul. Tapi aku mencoba positif thinking, aku pikir dia hanya liburan bersama keluarganya saja.

Hari pertama masuk kerja lagi, ternyata aku harus tersentak dengan kebenaran cerita itu. Dia menggugat cerai suaminya. Aku betul-betul tidak tau apa penyebabnya saat itu. Antara percaya dan tidak percaya. Itu Pasti. Seseorang yang selalu menganggap suaminya adalah yang terhebat, yang harus selalu didengar dan suami yang selalu dibanggakan pada akhirnya dia juga yang menggugat untuk pisah. Aku terduduk, aku terdiam, dan untuk menutupi kegelisahan atas berita itu, aku keluar kantor sebentar untuk menenangkan diri dan pikiranku. Kalut dan kacau.

Seolah aku dituntut untuk tidak mempercayai ini semua, tapi aku harus bisa menerima. Aku kembali ke masuk ke dalam ruanganku dan tak lama dari itu, dia datang. Aku tau kedatangannya dan sontak aku berlari masuk ke ruanganku untuk menghindar, karena aku betul-betul tidak percaya, serta belum siap dengan kebenaran akan semua cerita itu. Itu saja.

Saat dia masuk aku berusaha untuk tidak melihatnya, aku berusaha untuk tidak mengindahkannya, dan pada akhirnya aku tidak bisa mengelak saat suara itu memanggilku. Dipanggilan pertama aku berusaha untuk tidak mempercayai bahwa dia memanggilku dan berusaha diam seolah tidak mendengarnya, tapi di panggilan kedua tidak ada alasan untuk mengelak, aku datangi dan tak lebih dari 5 detik setelah kami berhadapan (maaf saat itu saya sama sekali tidak berani menatap anda, karena hatiku sudah sangat menangis dengan apa yang sudah aku dengar) dia memelukku.

Demi Tuhan, aku tak sanggup berkata apa-apa lagi saat itu. Aku tidak tau apa yang harus aku katakan. Pelukan terasa sangat hangat sekaligus dingin. Hangat seperti pelukan seorang sahabat, seorang kakak dan juga seorang ibu. Dingin karena aku tau ini untuk kehilangan, perpisahan dan kekecewaan. Yang aku dengar dengan suara yang nyaris hampir tidak terdengar “maaf ya din, sabar ya, aku gak apa-apa kok” dan aku baru bisa menjawabnya di dekat telinganya “ini terlalu cepat mba buat saya, saya belum siap”.

Yang aku maksud belum siap adalah ditinggal dia, karena saat awal aku dengar-berita itu, aku sudah sedikit berpikir pasti dia akan mundur dari singgasana dan juga sosialita ini.

Perpisahan, perceraian atau apalah namanya….sebenarnya juga aku kurang tertarik untuk mengurusinya. Jikalau aku ada di dalamnya, mutlak bukan karena inginku. Aku sangat shock, sangat!!! Aku terpukul!!

Dia adalah wanita dengan usia 39 tahun, dulu aku pernah bekerja padanya, seorang yang selama ini sangat aku hormati, aku panut dan banyak hal yang bisa membuat aku nyaman dan merasa hidup dan memiliki semangat lagi.

Dia selalu ada saat aku perlu, dia selalu ada saat aku down, dia selalu memberi semangat padaku saat aku malas, dia yang selalu siap menunggui aku saat aku menangis sampai berhenti air mata itu keluar dan setelah itu berkata dengan menepuk bahuku “mau cerita apa hanya mau ditemani saja, keluarkan semua air matanya, gapapa”, dia yang selalu men-support aku, dia satu2nya orang yang mampu menghentikan langkah nekad ku untuk kembali ke kota asalku hanya karena aku gagal dalam mencapai impianku saat yang lain tidak bisa menghentikannya, dia yang menguatkan aku, dia, dia dan dia. Entah itu tepat waktunya, kebetulan atau apa, aku tidak tahu. Nasihat dan kata2 nya yang selalu meredakan semua emosiku. Aku merasa nyaman saat ada dia, meski pun dia ga perlu berkata apa-apa dan tidak perlu berbuat apa-apa.

Aku baru saja ingin memulai semuanya. Baru saja akan mulai….. justru saat itu, semua lepas, kosong, berlari….saat aku sangat membutuhkan dia…saat aku merasa nyaman, mulai bahagia dan enjoy dengan hidupku, dia yang mengajarkan ini justru yang mematahkannya, meremuk redamkan semuanya….saat aku baru mulai berdiri.

Tidak ada komentar: