Rabu, 28 Januari 2009

DIA TETAPLAH DIA


Ulang tahun terkadang seperti halnya suatu hal yang sacral dalam hidup. Hari yang selalu banyak dinanti oleh tiap orang. Satu tanggal dan bulan yang sama dalam setiap tahun, yang ingin dimaknai secara indah, seperti halnya tahun baru yang mengharuskan orang berbondong-bondong untuk melihat pesta kembang api di suatu titik tertentu, di setiap belahan dunia manapun.

Waktu kecil, aku selalu berharap dapat kado istemewa dari kedua orang tua ku, tapi itu jarang kudapat. Karena mereka selalu memberikan kado yang terlampau Istimewa, bahkan sampai mati pun aku tidak akan pernah bisa mendapatkan dari orang lain, yaitu ketulusan Kasih sayang dan cinta kasihnya..Itu yang selalu aku dapat setiap tahun berganti. Bukan suatu kado yang dibungkus oleh derai pita atau sejenisnya. Karena aku sadar, kedua orang tuaku jarang memiliki rejeki berlebih untuk bisa membelikan sesuatu yang aku inginkan. Tetapi rasa Syukur ku atas Anugrah Tuhan memiliki kedua Orang Tua seperti mereka tak pernah berhenti. Karena mereka masih memiliki sesuatu yang sangat indah untuk hari depanku.

Beranjak besar aku terkadang masih berharap dapat kado saat ultah ku dari teman dan saudara-saudaraku. Dan itu bukan jarang, tetapi seringkali. Dan aku sering mendapat dari mereka. Entah itu untuk sekolah atau apapun.
Itu sedikit tentang masalah kado dan juga ulang tahun.

Ada teman semasa kuliah, teman baikku, bisa dibilang begitu. Banyak teman sebenarnya sudah tau kalau hari itu dia ultah, tetapi kami semua memang sengaja untuk bersikap acuh. Padahal, dari rumah dia sudah berusaha untuk se-perfect mungkin, berpakaian tidak seperti biasa. Kuas-an make up yang terlihat berbeda juga melekat pada wajahnya yang bersih. Dengan mengenakan rok warna pink dan baju senada yang membuat dia terlihat anggun hari itu. Awalnya dia semangat di kampus, hanya saja menjelang siang dia malah terlihat ingin selalu menangis. Akhirnya air matanya tak sanggup dia tahan lagi setelah salah satu teman keluar dari lift dan dengan spontan berteriak “ Oneng, ,haii…met ultah ya sayang”. Dia menangis bukan karena ucapan dari teman yang baru keluar dari lift itu (anak itu ga tau scenario teman2 untuk bikin surprise buat dia), tetapi dia menangis dan bilang “ kok elo semua pada jahat”, ucapan itu terutama untuk aku dan 2 orang temanku disitu, karena kami sangat dekat dengannya “ kok kalian ga pada inget sich ultah gue”. Spontan aja kita langsung ngakak abis, ngucapin dan baru kasih penjelasan ke dia. Padahal sebenernya waktu nya belum tiba untuk itu semua, tetapi karena sedikit ada kesalahan teknis, itu semua terjadi tanpa diperkirakan. Justru selang beberapa saat dia tersipu-sipu. Tetapi jujur, aku dan kedua orang teman lagi merasa paling bersalah, karena telah membuat dia menangis.


29 Januari, tanggal dan bulan itu mungkin setiap tahun akan selalu dia nantikan. Tetapi ini 29 Januari beberapa tahun yang lalu.
Selepas SMA aku tidak pernah lagi mengucapkannya secara langsung, kecuali dengan bantuan alat seluler ataupun pesan singkat dari alat seluler itu, atau mungkin dengan sedikit kiasan menggunakan Teknologi muthakir saat ini, internet. Aku ingat beberapa tahun lalu, aku confuse bikin kado kecil-kecilan buat dia. Karena tempat tinggal kami sekarang sudah berjauhan. Kami sudah berada dikota yang berbeda, yang harus ditempuh lebih dari semalam perjalanan. Pada akhirnya aku meminta pertolongan kawan-kawanku di tempat tinggalku itu untuk membuat pesta kecil-kecilan. Aku sengaja prepare untuk hal itu 3 bulan sebelumnya. Beberapa persiapan itu sempat berantakan terutama mendatangkan orang yang begitu ia cintai dan sayangi waktu itu (rencana itu gagal tepat 1 hari sebelum hari H, orang itu tiba-tiba memutuskan sepihak untuk tidak datang dan mematikan semua alat komunikasinya), tetapi masih ada yang tetap aku pertahankan acaranya, yaitu membawa kue ultah kerumah dia. Mungkin kue ultah adalah hal biasa, tetapi mungkin bisa juga menjadi sesuatu yang tidak biasa bila kita membawanya dengan cara yang tidak biasa pula.

Jujur, waktu itu aku baru saja mengundurkan diri dari tempat kerjaku. Dan uang di tabungan ku sudah menipis untuk biaya kuliah yang juga harus aku bayar bulan itu. Atau aku tidak akan ikut Final Exam. Ini pillihan, tetapi kebahagiaan sahabatku itu pun juga cukup penting buatku. Akhirnya aku mengumpulkan sisa dari uang transport dan makanku yang terkadang harus aku kurangi menjadi 2 kali dalam sehari. Memang harga kue itu tidak seberapa, tetapi kita juga tidak bisa apa-apa kalau tidak ada dana. Meski tak berapa lama setelah pengunduran diriku itu, aku diterima juga di kantor baru sebagai tenaga honorer.

Aku hanya ingin membuat dia bahagia saat hari yang begitu ditunggunya. Yang mungkin bisa dikatakan sacral dalam setahun. Aku lakukan semua itu, karena aku yakin seseorang yang sangat dia tunggu tidak akan datang. Dan setidaknya satu hal yang aku pikirkan saat itu adalah, mencegahnya untuk mengeluarkan air mata sedih, tetapi air mata itu biarkan tetap keluar sebagai air mata bahagia. Itu saja keinginanku, tidak lebih.

Tibalah hari itu, aku seharian prepare dan menanyakan persiapannya kepada kawan-kawan yang memang sudah aku persiapkan untuk kesana. Tepat setelah Adzan Magrib mereka datang beramai-ramai membawa kue dengan mengendarai motor. Aku memang tidak bisa melihat dia secara langsung, hanya saja temanku mengatakan dia cukup surprise. Bahagia ku pun tak mungkin terbayarkan lagi, aku menerima kebahagiaan lebih saat aku mendengar dia bahagia. Ya, bahagia yang menutupi rasa sedih nya karena menunggu seseorang yang tidak pernah datang. Tak lama aku meraih ponsel ku untuk menelpon dia dari seberang. Sengaja aku tidak langsung menghubungi ponsel dia, tetapi lewat perantara temanku yang saat itu sudah berada dirumahnya. Tangis itu tak dapat aku tahan dan diapun juga. Aku lalu bacakan sebuah puisi yang juga memang sudah aku buat sebelumnya. Dan terakhir aku putarkan lagu yang saat itu sangat dia suka, lagu Tunggu Aku di Jakarta dari Sheila On 7 …dan dia diam mendengarkan lewat gelombang signal-signal ponsel itu. Tidak ada yang bisa aku berikan selain itu, selain 2 buah bahu yang akan senantiasa bersedia menjadi sandaran dia saat dia membutuhkan sandaran. Bahu itu aku rasa cukup kuat.

Begitulah adanya, setiap orang selalu berbeda untuk menyikapi dan memandang suatu hal. Ada yang biasa saja seperti hari-hari lain, ada yang mempersiapkan sepenuh hati, ada yang memiliki cara lain untuk membuat sesuatu yang lebih berharga. Begitu pula bagi orang-orang yang di sekitarnya. Banyak dari mereka ingin memberikan sesuatu kepada seseorang yang dikasihinya, yang disayanginya, yang di pedulikannya, dan mungkin yang dicintainya saat hari istimewa-nya. Sesuatu yang sederhana tetapi berkesan, atau sesuatu yang tidak bisa juga dikatakan sederhana karena memang telah dipersiapkan. Tetapi sesuatu itu akan menjadi indah jika dilakukan dengan tulus dan penuh kasih. Dan terkadang mereka tidak pernah tau perjuangan seperti apa yang telah dicapai seseorang dibalik kado atau sekadar kartu ucapan selamat itu. Yang mereka tau adalah wujud dari pemberian itu.

Tetapi disini Dia tetaplah Dia. Dia yang pernah menjadi sahabat ku, Dia yang selalu sedikit menahan tawa bila ada sesuatu yang menggelikan agar tetap terlihat bersahaja, Dia yang memiliki nilai NEM tertinggi saat Sekolah Dasar, Dia yang Cumlaude saat meraih program D3-nya, Dia yang suka sekali dengan makanan soto buatan ibunya, Dia yang memiliki tahi lalat di lengan sebelah kanan, Dia yang selalu sendu, Dia yang hanya memesan Mie Ayam Bakso dengan tambahan es teh manis saja saat buka buka puasa di RM Margorda, Dia yang sempat beberapa bulan bekerja disuatu pusat pertokoan Ibukota, Dia yang pernah menemaniku sarapan pagi dengan nasi rawon di Perempatan jalan, Dia yang senang mengucapkan “Halah, iso ae cah iki”, Dia yang baru bisa mengendarai sepeda motor setelah lebih berusia dari 21 tahun, Dia yang banyak menemani aku dalam hari-hariku dahulu melalui media seluler, Dia yang namanya pernah dipanggil dari information table di suatu pusat pertokoan besar bersama temanku yang lain karena hilang dalam team (hehe, bisa aja), Dia yang pernah kecopetan dompetnya yang berisi 90ribu rupiah dalam bus kota menuju rumah setelah menyelesaikan bimbingan SPMB di kota Malang selepas SMA, Dia yang sangat mengagumi makhluk sempurna bersayap (baca:kupu2), Dia yang suka sekali dengan Pangeran William, Dia yang pengen banget jadi guide di Bali, Dia yang pengen banget ke Bali bareng orang sangat dicintainya untuk melihat sunset, Dia yang sangat egois, Dia yang baru sadar kalau Toga-nya ketinggalan dirumah menjelang keberangkatan ke tempat wisuda, Dia yang seneng banget dengan hal-hal yang berwarna biru, Dia yang memberikan aku sebuah replika angel seusai reuni SMA, Dia yang memiliki tinggi ga lebih dari 160cm, Dia yang pernah suka sama lagu 11 January ( moga signature asli-nya dari GIGI masih disimpen ), dan Dia..dia…dia…

Dan Dia tetaplah dia, Dia yang tak pernah lagi kulihat tawa lepasnya beberapa tahun belakangan ini, Dia yang sepertinya sudah menjaga jarak dari aku (I hope it’s just my feeling), Dia yang telah menjalin kasih dengan sahabatku yang lain (for the sake of God and I Swear, I always support and pray for you and him. We hope you are happy. Unfortunately, you judge me for the first things that I never think about, whatever…I love both of you), Dia….Dia yang setengah mati aku tunggu kedatangannya (although just only message ) saat aku meraih gelar A,md-ku karena aku yakin dia tak mungkin bisa datang, untuk itulah aku sangat berharap ada namanya mengisi pesan singkat ataupun menambah daftar call received di dalam ponsel ku saat aku graduade (but, unfortunately..itu ga terjadi dan sudah tidak mungkin terjadi lagi. Hanya dia yang begitu aku harapkan dan tunggu dari pukul 12 pagi hingga 12 pagi lagi menjelang hari berganti beside my parent and soulmate..just “dia” yang aku tunggu, dan merelakan mataku untuk tetap terjaga hingga hari berganti..itu ga akan ada,,karena short messagge itu datang 10 hari setelah berlalu tepat beberapa saat sebelum adzan Magrib berkumandang. PS : for u, thx for everything..include my tears up that has fallen to only waiting of you), Dia yang pernah aku kecewakan (I dunno, apalagi yang harus aku perbuat. If wordmaaf” tidak akan pernah cukup. But, I’m very2 guilty, and sure I’m wrong…But, I’m not loser). Dia yang sudah tidak terdengar mood lagi untuk bercerita-cerita saat aku telpon dan memilih untuk diam, Dia yang sepertinya sepakat menghampakan kesunyiannya.

Tetapi dia tetaplah dia. Dan hari itu kembali, 29 Januari. Masih tetap aku tidak bisa mengucapkannya secara langsung. Tetapi aku selalu berdoa dan berharap dia selalu berbahagia.

Dan untuk dia, selamat ulang tahun. Semoga kamu selalu berbahagia dengan pilihanmu dan orang-orang yang berada disekitar kamu. Aku bahagia dengan tulus. Semoga rencana kamu tahun ini lancar. I will pray for you. Happy Birthday. Berbahagialah dengan orang-orang yang kamu sayangi, cintai dan ada disekitar kamu. Dan bagilah kebahagiaan itu pada orang-orang yang mencintai, menyayangi dan peduli denganmu. Semoga kamu selalu berbahagia, semoga semua orang juga berbahagia. Amien...

2 komentar:

Tirta Agung mengatakan...

caelah mulai ngeblog..
curhat bu??
hahaha

dean mengatakan...

udah lama kali gue nge-blog..lo aja yang baru mampir....hehe.
Thx ya comment nya.