Jumat, 27 November 2009

LOST in LIFE

--- Kehilangan orang yang masih ada itu lebih menyakitkan daripada kehilangan orang yang sudah tidak ada. --- (on my mind, dean, 25.11.09.)

Ini sudah beberapa minggu setelah kepulangan ku untuk me-refreshing-kan pikiran, hati dan otakku. Dengan waktu yang sangat singkat kemaren aku maksimalkan usahaku untuk pemulihan, ya hanya 4 hari aku dirumah, bertemu dengan hamparan sawah yang sangat sejuk, sungai, orang tua, keponakan2, kakak, sahabat-sahabatku yang sangat istimewa.

Disana, sengaja tujuanku bertemu dengan sahabat ku yang tak lama lagi akan menjadi seorang Pastor. Saya yakin dia salah satu jalan yang bisa membuat aku tenang, therapist pada akhirnya kusebut dia. Dia banyak memberi pembelajaran untuk terapi hati dan juga kesabaran. Saya menggunakan waktu yang cukup singkat itu untuk bertemu dan mengunjungi tempat2 yang bisa membuat aku tenang, meski hanya sebentar. Ada satu tempat yang sangat nyaman, Makam alm. Eyang putri ku. Ya disanalah tempatnya.

Dalam hidup sebelum ini, kehilangan yang “sangat” adalah saat aku kehilangan Eyang. Aku kehilangan semangat, bahkan untuk hidup, aku sudah malas. Eyang yang sangat bisa mengerti aku. Aku shock dan selalu menangis hingga berminggu2, bahkan aku sudah tidak ingin lagi kembali ke Jakarta andai aku tidak mau menepati janji ku sebelum Eyang meninggal. Aku harus kembali untuk menyelesaikan janji itu. Apapun yang terjadi aku harus lulus kuliah ku dengan bekerja. Itu janjiku. Dan janji itu sudah aku tepati sekarang. Meski aku belum sempat bisa menaikkan Eyang kereta api Blitar-Jakarta yang eksekutive. Aku yakin Eyang sudah merasa cukup dengan kelulusanku dan pekerjaanku.

Aku sangat sedih dengan meninggalnya Eyang waktu itu. Aku rasa aku belum pernah sekehilangan itu, dan hidupku kosong. Tetapi semua berlalu, lambat laun aku bisa menerima kepergian Eyang. Eyang sudah meninggal, itu nyatanya. Awalnya memang aku merasa gak mungkin aku sanggup untuk berjuang. Tetapi aku salah. Aku bisa dan aku berhasil.

Dan sekarang yang membuat aku kembali jatuh dan kosong adalah saat aku merasa sangat nyaman dengan sosok orang ini, dia masih bernafas, melakukan kegiatannya, dia masih nyata, tetapi aku tidak bisa atau dengan kata halusnya “susah setengah mati” hanya untuk bisa sekedar bertemu saja. Aku masih berada dalam dimensi dan ruang yang sama, hanya mungkin dalam proses yang berbeda. Kenapa aku merasa sangat kehilangan? Seperti yang sudah aku bikin dengan kata2 yang melayang-layang kian kemari di otakku. kehilangan orang yang masih ada itu lebih menyakitkan daripada kehilangan orang yang sudah tidak ada”.

Tetap saja, bila ditanya hingga saat ini “kenapa?bagaimana?karena apa?” jawab ku tetap “tidak tau”. Aku hanya merasa oleng (baca: hilang keseimbangan) luar biasa, kangen setengah mati. Dia bukan sosok yang luar biasa bagi orang lain, mungkin bagiku pun juga tidak. Hanya ada kata “aku nyaman“ ada dia. Terserah orang lain berkata A,B,C,D itu hak mereka.

Saat ingin melakukan perjalanan pulang aku sempat down lagi dengan janjinya tepat sehari sebelumnya. Saat aku merasa bersemangat untuk pemulihan ini, lagi-lagi dia membuat aku down lagi, dengan membatalkan pertemuannya hanya beberapa jam sebelum perjalananku. Aku kaget, aku tidak siap lagi, dan aku kosong. Itu yang aku rasakan. Aku sontak menangis di tempat kecil dimana aku selalu ngobrol dengan Tuhan, aku menangis. Semangat itu bahkan berbalik 180’ dari semalam sebelumnya.

Aku mulai ragu lagi untuk melanjutkan perjalanan pulang ini. Tetapi Puji Tuhan, banyak sekali orang-orang yang masih menyayangi aku, sehingga aku tetap melakukan perjalanan ini. (terima kasih kepada semua pihak yang byk membantu saya). Pikiranku benar-benar kosong di sepanjang perjalanan, bahkan saya tidak sedikitpun berbicara dengan orang yang berada di sebelaku. Hanya terus memandangi ponselku, sesekali ber-sms dengan sahabat-sahabat ku yang sudah menunggu disana, sambil mengingat kata teman semalam sebelumnya “Din, lo boleh terpuruk, tapi jangan sampai lo terkubur. Lo harus lanjutin perjalanan ini. Gue dukung sepenuhnya elo dan gue percaya didiri elo, everything will be better). Ya aku ga boleh terkubur oleh semua ini. Toh pada akhirnya dia pun juga banyak memberikan dukungan meski aku memintanya lebih dulu. Dia masih sering mengirimkan message dan juga menelfon aku. Itu juga salah satu therapy buat aku. Therapy suara, itu juga yang di anjurkan oleh teman ku yang tak lama lagi akan menjadi Pastor. Karena saat sejenak aku lupa dengan semuanya dan tertutup dengan suasana yang ada dan tiba-tiba aku mendengar suara lagi, itu adalah hal yang cukup berat. Karena semua memori itu akan datang lagi secara tiba-tiba. Tetapi itu harus dijalani sebagai salah satu pemulihan. (oiya, thx ya buat yang udah mau nganter2 aku disana dan juga anter jemput selama aku disana). Dan dihari terakhir saya disana, tepat 30 menit sebelum aku naik kereta yang akan mengantarkan aku kembali ke Jakarta, aku mendengar ponsel ku bunyi. Dan dia menelfon dari seberang, saat aku tutup ponselku, itu pertama kali aku tidak mengeluarkan air mata saat mendengarnya. (pertama kali dan bukan berarti selanjutnya juga seperti itu, not. Masih sering juga. Dan terima kasih yang sudah menemaniku di stasiun waktu itu, dan terima kasih kepada sahabat-sahabatku disana yang teramat sangat luar biasa…yang dengan sabar menemani aku. Terima kasih untuk banyak hal dan untuk semuanya, terutama untuk semua kebersamaan dan perjalanan kita selama lebih dari 19 tahun ini. Kalian, eh kita memang luar biasa. Wajar kalau kebersamaan kita selalu membuat iri orang lain). Dan untuk theraphist, kata yang akan selalu saya ingat..”untuk membentuk badan yang bagus saja kita harus olahraga dan banyak latihan serta waktu yang cukup. Itu yang kelihatan mata. Apalagi yang tidak bisa kita lihat dengan mata, pasti itu lebih susah dan cukup membutuhkan waktu”

Banyak pembelajaran untuk menerima kenyataan ini sudah banyak aku jalani, mungkin bila diibaratkan makanan, aku sudah berkali-kali muntah karena kekenyangan tanpa ada esensi yang masuk. Atau karena terlalu banyak pembelajaran yang masuk akan penerimaan, kesabaran dan keiklasan aku malah bingung mencerna. Akhirnya perlahan2 setiap hari aku melakukan pelatihan pribadi tanpa banyak orang tau, itu juga sangat susah dan aku masih sering memuntahkannya, hingga aku harus rela merasa sakit lagi dan memuntahkan semuanya, kembali ke awal lagi…dan begitu terus menerus. Dengan keyakinan aku harus bisa. Aku percaya Tuhan masih berkarya di dalam aku, karena Tuhan adalah kebahagiaan tanpa batas bagiku. Dan ini adalah ujiannya untuk yang kesekian kalinya. Aku masih sangat kehilangannya.

Dulu setiap hari bertatap dengannya, meski tanpa sapa. Aku selalu merasa ada yang melindungiku, meski nyatanya dia juga tidak berbuat apa-apa.

Dan bolehlah pertanyaan-pertanyaan ini melintas :

Bagaimana anggapanmu kepada seseorang yang selalu membuat kamu nyaman tanpa dia harus berkata apapun, membuat kamu hangat tanpa balutan apapun, membuat kamu tenang tanpa melakukan apapun, membuat kamu tertawa tanpa canda sedikitpun, membuat kamu bersemangat tanpa menarikmu, membuat kamu terasa ada tanpa tuntutan, membuat kamu bisa membuang emosimu tanpa bisa kamu tolak, mendinginkan egoismu tanpa kepalan tangan, menyejukkan hatimu tanpa minuman. Bagaimana pendapatmu??

Bagaimana menurutmu untuk seseorang yang memungutmu saat kamu merasa terbuang, untuk orang yang dengan hadirnya sanggup membuat jiwamu bersinar, untuk orang yang sanggup memantek dirimu tanpa perlu adanya usaha karena jiwanya telah menyongsong kamu terlebih dulu, untuk orang yang selalu memberikan percikan kesejukan dalam kondisi apapun dimana saat itu jiwamu entah berada di dimensi mana dan dia mampu mengembalikannya, untuk orang yang cukup kamu dengar suara tawanya dan pada akhirnya kamu melupakan semua kepenatan dirimu, untuk seseorang yang tiba-tiba berada disampingmu tanpa kamu sadari saat kamu remuk redam. Bagaimana anggapanmu ??

Dan apa yang bisa kamu perbuat dalam pikiranmu untuk seseorang yang bisa membuatmu damai bukan dari semua kata-kata yang terucap dari mulutnya atau tingkah laku yang baik-baik saja yang dia lakukan, tetapi dari perbuatan dan tindakan yang sangat sederhana tanpa beban yang dia lakukan.

Saat aku kembali sadar, aku sudah menahannya dengan sekuat tenaga, dengan puluhan dari hari-hariku tetapi aku masih belum berhasil. Mataku masih seringkali basah tanpa aku sadari saat bangun dan selalu menjelang tidur. Kepalaku masih sering tiba-tiba pusing saat aku melihat dan mendengar sesuatu yang sepertinya pernah dilalui dan melaluinya. Aku masih terpuruk, dan aku masih berusaha berjalan direl yang memang harus aku lalui. Ini menyakitkan, tetapi bukankah manusia tidak akan merasa apa-apa bila dia tidak melewati hal yang menyakitkan.

Yang membuat aku cukup susah untuk kembali pulih adalah diriku sendiri. Harusnya aku bisa menerima kenyataan akan semua itu. Harusnya aku yakin bahwa dia masih ada dan aku masih bisa bertemu lagi, meski entah kapan…………………..@_@